Kamis, 23 Juni 2011

Hubungan kepercayaan dan nilai terhadap keperawatan

Hubungan saling percaya dan saling membantu.
Pengembangan hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah sangat krusial bagi transportal caring. Hubungan saling percaya akan meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif. Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi untuk menjalin hubungan dalam keperawatan. Karakteristik faktor ini adalah kongruen, empati, dan ramah. Kongruen berarti menyatakan apa adanya dalam berrinteraksi dan tidak menyembunyikan kesalahan. Perawat bertindak dengan cara yang terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien. Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikan melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah dan lain-lain (Nurachmah, 2001; Dwidiyanti, 1998; Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994;Kozier & Erb, 1985).

Values tentang keyakinan


Pola Nilai dan Keyakinan
a. Pengertian Nilai
Nilai merupakan konsep yang dibentuk akibat dari penampilan kehidupan keluarga, teman, budaya, pendidikan, pekerjaan dan istirahat. Nilai tergantung individu dalam mempersepsikannya. Nilai antara positif dan negatif sangat berbeda. Masyarakat lebih cenderung menyukai nilai yang berasal dari keyakinan agama, kedekatan keluarga, pandangan seksual, kelompok etnik lainnya, dan keyakinan akan peran jenis kelamin. Ada 7 kriteria yang digunakan untuk mengartikan nilai yaitu: kehendak lebih pada kemampuan kognitif, proses pendewasaan nilai, berubah-ubah dan fleksibel, penampilan nilai, penampilan diri memberikan informasi tentang nilai, secara psikologi kedewasaan orang dewasa karena adanya kepercayaan diri dan kearifan/kebijaksanaan dan proses nilai seseorang dimulai dengan keterbukaan akan kesiapan penampilan.
b. Bentuk- Bentuk Nilai
Nilai dapat dibedakan menjadi tiga sebagai berikut:
1. Nilai Material, segala sesuatu yang berguna bagi unsure manusia
2. Nilai Vital, segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktifitas hidupnya.
3. Nilai Kerohanian, segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai Kerohanian dibedakan menjadi 4 yaitu:
a. Nilai Kebenaran yaitu nilai yang bersumber dari akal manusia(rasio, budi dan cipta)
b. Nilai Keindahan yaitu nilai yang bersumber dari unsur manusia (perasaan dan estetika).
c. Nilai Moral yaitu nilai yang bersumber dari unsure kehendak dan kemauan(karsa dan Etika).
d. Nilai Religius yaitu nilai Ketuhanan, kerohanian yang tinggi dan mutlak yang bersumber dari keyakinan dan kepercayaan manusia(Budiyanto. 2002).
Sedangkan menurut Mubarok, Z. dkk. (2008) Nilai dibagi secara garis besar kedalam dua bentuk yaitu nilai spiritual(nilai yang berhubungan dengan rohani manusia) dan nilai kemanusiaan(nilai yang berhubungan dengan setiap permasalahan hidup manusia yang bersifat universal.
c. Fungsi Nilai
Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:
1). Nilai sebagai standar (Rokeach, 1973; Schwartz, 1997), fungsinya adalah:
• Membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam social issues tertentu
• Mempengaruhi individu untuk lebih menyukai ideologi politik tertentu dibanding ideologi politik yang lain.
• Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain.
• Melakukan evaluasi dan membuat keputusan.
• Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi orang lain, memberitahu individu akan keyakinan,
2). Sistim nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan pengambilan keputusan (Feather, 1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1997).
3). Fungsi motivasional
d. Nilai Sebagai Keyakinan (Belief)
Definisi nilai adalah keyakinan (Rokeach, 1973; Schwartz, 1997; Feather, 1994). Nilai itu sendiri merupakan keyakinan yang tergolong preskriptif atau proskriptif, yaitu beberapa cara atau akhir tindakan dinilai sebagai diinginkan atau tidak diinginkan. Rokeach(1973) mengemukakan bahwa keyakinan, dalam konsep Rokeach, bukan hanya pemahaman dalam suatu skema konseptual, tapi juga predisposisi untuk bertingkah laku yang sesuai dengan perasaan terhadap obyek dari keyakinan tersebut.
Rokeach (1973) dikatakan, sebagai keyakinan, nilai memiliki aspek kognitif, afektif dan tingkah laku dengan penjelasan sebagai berikut:
- Nilai meliputi kognisi tentang apa yang diinginkan, menjelaskan pengetahuan, opini dan pemikiran individu tentang apa yang diinginkan.
- Nilai meliputi afektif, di mana individu atau kelompok memiliki emosi terhadap apa yang diinginkan, sehingga nilai menjelaskan perasaan individu atau kelompok terhadap apa yang diinginkan itu.
- Nilai memiliki komponen tingkah laku, artinya nilai merupakan variabel yang berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan.
Sikap (attitude) adalah keyakinan yang menempati posisi periferal/tepi atau paling rendah Sikap merupakan suatu organisasi dari keyakinan-keyakinan sehari-hari tentang obyek atau situasi. Perubahan sikap hanya memiliki pengaruh yang terbatas pada tingkah laku.
Nilai (value) adalah keyakinan berikutnya yang lebih sentral. Nilai melampaui suatu obyek dan situasi tertentu. Nilai memegang peranan penting karena merupakan representasi kognitif dari kebutuhan individu di satu sisi dan tuntutan sosial di sisi lain.
Konsep diri (self-conceptions) adalah keyakinan sentral. Menurut Rokeach(1973) konsep diri adalah keseluruhan konsepsi individu tentang dirinya yang meliputi organisasi semua kognisi dan konotasi afektif yang berupaya menjawab pertanyaan "Siapa diri saya ini?”
e. Hubungan Nilai dan Tingkah Laku
Di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang mengarahkan tingkah laku. Nilai membimbing individu untuk memasuki suatu situasi dan bagaimana individu bertingkah laku dalam situasi tersebut (Rokeach, 1973). Danandjaja (1985) mengemukakan bahwa nilai memberi arah pada sikap, keyakinan dan tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu. Karenanya nilai berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan sikap dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai merupakan faktor penentu dalam berbagai tingkah laku sosial (Rokeach, 1973; Danandjaja, 1985).
f. Klarifikasi Nilai(value)
Klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana seseorang dapat mengerti sistem nilai-nilai yang melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan proses yang memungkinkan seseorang menemukan sistem perilakunya sendiri melalui perasaan dan analisis yang dipilihnya dan muncul alternatif-alternatif, apakah pilihan–pilihan ini yang sudah dianalisis secara rasional atau merupakan hasil dari suatu kondisi sebelumnya. Ada tiga fase dalam klarifikasi nilai-nilai individu yang perlu dipahami oleh perawat.
Pilihan: (1) Kebebasan memilih kepercayaan serta menghargai keunikan bagi setiap individu; (2) Perbedaan dalam kenyataan hidup selalu ada perbedaan-perbedaan, asuhan yang diberikan bukan hanya karena martabat seseorang tetapi hendaknya perlakuan yang diberikan mempertimbangkan sebagaimana kita ingin diperlakukan. (3) Keyakinan bahwa penghormatan terhadap martabat seseorang akan merupakan konsekuensi terbaik bagi semua masyarakat.
Penghargaan: (1) Merasa bangga dan bahagia dengan pilihannya sendiri (anda akan merasa senang bila mengetahui bahwa asuhan yang anda berikan dihargai pasen atau klien serta sejawat) atau supervisor memberikan pujian atas keterampilan hubungan interpersonal yang dilakukan; (2) Dapat mempertahankan nilai-nilai tersebut bila ada seseorang yang tidak bersedia memperhatikan martabat manusia sebagaimana mestinya.
Tindakan (1) Gabungkan nilai-nilai tersebut kedalam kehidupan atau pekerjaan sehari-hari; (2) Upayakan selalu konsisten untuk menghargai martabat manusia dalam kehidupan pribadi dan profesional, sehingga timbul rasa sensitif atas tindakan yang dilakukan(Joomla, 2009).

II.2 Sumber-sumber Nilai
Secara garis besar sumber nilai seseorang adalah spiritual seseorang, personal, dan sosial.
a. Spiritual
Sumber nilai yang pertama adalah spiritual atau religious (Fry & Johnstone, 2002). Keyakinan yang dianut seseorang memiliki nilai-nilai yang berasal dari kepercayaan yang dianutnya. Bagi seseorang yang tidak memiliki kepercayaan, mereka tidak mempercayai adanya Tuhan. Bagi seseorang yang beragama nilai-nilai yang dianutnya tergantung kepercayaan yang diyakininya. Islam meyakini adanya satu Tuhan. Dia adalah Allah SWT. Nilai-nilai Islam bersumber dari Allah SWT. Nilai-nilai tersebut sampai kepada manusia melalui perantaraan malaikat Jibril yang menyampaikan kepada Nabi Muhammad saw untuk dirinya sendiri dan disampaikan kepada umatnya. Sumber nilai yang paling hakiki adalah dari Allah SWT.
b. Personal
Sumber nilai yang kedua adalah dari diri seseorang. Nilai yang telah diterima seseorang diinternalisasikan dan menjadi dasar tingkah lakunya. Nilai-nilai personal adalah hasil observasi terhadap tingkah laku dan sikap orang tua atau keluarga dan interaksi dengan budayanya, agama, dan lingkungan social. Nilai personal ini merefleksikan pengalaman dan intelegensi seseorang. Nilai personal ini diinternalisasikan secara sebagian maupun keseluruhan dan dibutuhkan oleh individu itu sendiri.
c. Sosial
Sumber nilai yang terakhir adalah sosial. Individu memperoleh nilai-nilai ini dari orang tua , teman, dan lingkunagna social lainnya seperti profesinya. Biasanya nialai social merupakan hasil kesepakatan antara kelompok tertentu. Nilai-nilai social meliputi nilai sopan santun, nilai kesusilaan, nilai pancasila (ideology), dan nilai budaya yang bersumber dari budaya (Fry & Johnstone, 2002).

II.3 Faktor Nilai dan Keyakinan
Nilai dan keyakinan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
a). Faktor Internal
Faktor Internal meliputi:
1. Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Permasalahan ilmu pengetahuan meliputi arti sumber, kebenaran pengetahuan, serta sikap ilmuan itu sendiri sebagai dasar untuk tingkah laku selanjutnya. Sehubungan dengan proses perolehan ilmu penegtahuan dengan metode yang benar dan teruji kebenarannya secara ilmiah, maka ilmu pengetahuan dijadikan sumber yang memberikan motivasi untuk melakukan sebuah perbuatan baik dan berbudi pekerti luhur.
Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memehami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan sendirinya.
2. Tahap Perkembangan
Status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda. Untuk itulah seorang tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan klien pada saat melakukan perncanaan tindakan. Contohnya: secara umum seorang anak belum mampu untuk mengenal keseriusan penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau mengembangkan perilaku pencegahan penyakit..
3. Persepsi tentang fungsi
Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang kronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak pernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang cenderung berbeda-beda. Selain itu, individu yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah mungkin akan mengubah keyakinan mereka terhadap kesehatan dan cara mereka melaksanakannya.
4. Emosi
Factor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.
Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons emosional yang kecil selama ia sakit. Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan. Contoh: seseorang dengan napas yang terengah-engah dan sering batuk mungkin akan menyalahkan cuaca dingin jika ia secara emosional tidak dapat menerima kemungkinan menderita penyakit saluran pernapasan.
5. Spiritual atau Agama
Setiap orang mempunyai kebutuhan fundamental sesuai dengan fitrahnya yang memiliki jasmani dan rohani, apabila dikaitkan dengan berbagai ragam hubungan manusia dalam kehidupannya, di setiap hubungan tersebut ada hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, manusia dengan manusia lain/ masyarakat, dan manuisa dengan dirinya sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan rohaninya manusia melaksanakan nilai spiritual dalam kehidupannya.
Agama sebagai keyakinan dapat menjadi bagian dan inti dari system-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong dan penggerak serta pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masayarakat tersebut tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran-ajaran agamanya. Pengaruh ajaran agama itu sangat kuat terhadap sistem-sistem nilai dari kebudayaan masyarakat bersangkutan, maka sistem-sistem nilai dari kebudayaan tersebut terwujud sebagai symbol-simbol suci yang maknanya bersumber pada ajaran-ajaran agama yang menjadi acuannya. Dalam keadaan demikian secara langsung atau tidak langsung, etos yang menjadi pedoman dari eksistensi dan kegiatan berbagai pranata yang ada dalam masyarakat dipengaruhi, digerakkan dan diarahkan oleh berbagai sistem nilai yang sumbernya adalah pada agama yang dianutnya dan terwujud dalam kegiatan-kegiatan para warga masyarakatnya sebagai tindakan-tindakan dan karya-karya yang diselimuti oleh simbol-simbol suci.
6. Falsafah Hidup
Falsafah hidup merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang diyakini kebenarnnya, ketepatan dan kemanfaatnya yang kemudian menimbulkan tekad untuk mewujudkannya dalam bentuk sikap, tingkah lalu dan perbuatan. Falsafah atau pandangan hidup bukan timbul seketika atau dalam waktu yang singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang lama dan terus menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat teruji kebenarannya. Atas dasar ini manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman atau petunjuk yang disebut falsafah atau pandanagn hidup.
7. Observasi, Pertimbangan, Pengalaman
Perjalanan hidup manusia ditandai oleh berbagai pengalamn yang berkisar sekitar dimensi-dimensi: penderitaan-kebahagaian, kegelisahan-harapan, kebencian/prasangka-cinta kasih, ketidakadilan-keadilan, dan lain-lain. Hal ini menumbuhkan kesadaran akan keberadaanya yang berhadapan dengan kenyataan-kenyataan yang tidak terelakkan, suatu dikhotomi asasi kehidupan manusia dalam setiap ragam hubungan yang terbentuk, serta berbagai kemungkinan untuk dipilih dalam menetapakan arah dalam melangkah dan menjadi landasan untuk berpijak.
Pengalaman dan pengetahuan manusia tentang pengenalan alam yang mengitari dirinya, kehidupan budaya yang menlingkupi diri, serta dirinya sendiri, melahirkan suatu pemikiran, gambaran dan gagasan tentang kesemestaan dunia dan kedudukan manusia di dalamnya. Inti dari pemikiran/gambaran/gagasan tersebut membentuk pendirian dan keyakinan manusia tentang arti hidup, tugas dan tanggung jawabnya sebagai manusia. Hal ini terwujud dalam suatu sikap atau panadanga hidup yang menuntunnya kea rah perbuatan-perbuatan tertentu dalam hubungnnya dengan tuhan, alam sekitar, massyarakat, sesame manusia, dan dengan dirinya sendiri.
Seorang individu akan mengobservasi tingkah laku dari lingkungan tertentu dan mencatat respons yang dihasilkan. Tingkah laku yang berhasil atau produktif kemudian akan dapat diadopsi sebagai panduan untuk melakukannya. Misalnya, ketika anak-anak untuk pertama kalinya memasuki sekolah, mereka mengobservasi respons positif guru yang diberikan pada murid yang telah menyelesaikan tugas mereka dengan baik dan tepat waktu.

b). Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi nilai dan keyakinan meliputi:
1. Keluarga
Nilai menjadi bagian dari sosialisasi individu dalam keluarga, pekerjaan, tempat ibadah, berbagai kelompok sosial lainnya. Ketika anak-anak mengamati orang tua, keluarga dan teman, mereka menerima tingkah laku yang akan yang akan membentuk dasar sistem nilai mereka. Pembentukan kejujuran merupakan salah satu contoh, orang yang mempengaruhi anak kecil umumnya tidak sadar bahwa mereka telah mentransmisikan nilai.
Manusia sebagai mahluk individu dan juga sebagai mahluk sosial membutuhkan adanya ikatan antara individu dengan individu dan antara individu dengan masyarakat. Dalam hubungan keterikatan ini manuisa membanguan sebuah keluarga yang menjalin perbedaan karakter dan kepribadian menjadi satu kesepakatan bersama. Keluarga disebut sebagai institusi sosial yang di dalamnya terdapat banyak nilai norma yang mengatur kehidupan bersama. Kelurga sebagai unit terkecil dari masyarakat, menjadi media yang sangat signifikan dalam membudayakan nilai-nilai akhlak dan budi pekerti yang terpuji.
2. Masyarakat
Masyarakat merupakan suatu komunitas yang lebih luas dari sebuah keluarga.Dalam kehidupan masyarakat terdapat banyak nilai yang diyakini kebenarannya kemudian dijadikan falsafah hidup dipakai sebagai sumber dalam berprilaku.
3. Teknologi
Teknologi yang berkembang pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Masa sekarang tampaknya sulit memisahkan kehidupan manusia dengan teknologi, bahkan sudah merupakan kebutuhan manusia. Teknologi telah menguasai seluruh sector kehidupan manusia. Manusia semakin harus beradapatasi dengan dunia teknologi dan tidak ada lagi unsure pribadi manusia yang bebas dari pengaruh teknik. Pada masyarakat teknologi, ada tendendi bahwa kemajuan adalah suatu proses dehumanisasi secara perlahan-lahan sampai akhirnya manusia takluk pada teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi erat hubungannya dengan nilai dan moral.
4. Budaya
Dalam lingkup budaya yang lebih besar, mungkin terdapat kelompok masyarakat yang lebih kecil, budaya dengan nilai yang cukup khas yang membuat mereka berbeda dengan kelompok yang dominan. Orang mengambil berbagai nilai budaya dominan di mana mereka hidup. Karena orang belajar untuk menilai apa yang umum, kebiasaan, tingkah laku, ritual, dan sikap orang lain yang tidak umum seringkali dianggap bodoh, tidak efektif atau bahkan berbahaya. Hal ini juga berlaku dalam praktik perawatan kesehatan.
Budaya adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, aturan-aturan dan norma-norma yang melingkupi suatu kelompok masyarakat akan mempengaruhi sikap dan tindakan individu dalam masyarakat tersebut. Sikap dan tindakan individu dalam suatu masyarakat dalam beberapa hal yang berkaitan dengan nilai, keyakinan aturan dan norma akan menimbulkan sikap dan tindakan yang cenderung homogen. Artinya, jika setiap individu mengacu pada nilai, keyakinan, aturan dan norma kelompok, maka sikap dan perilaku mereka akan cenderung seragam. Misalnya dalam suatu masyarakat ada aturan mengenai bagaimana melakukan pernikahan sehingga laki-laki dan perempuan dapat disahkan sebagai suami istri. Ketika anggota masyarakat akan menikah, maka proses yang dilalui oleh anggota masyarakat itu akan cenderung sama dengan anggota masyarakat yang lainnya.
Setiap kelompok masyarakat tertentu akan mempunyai cara yang berbeda dalam menjalani kehidupannya dengan sekelompok masyarakat yang lainnya. Cara-cara menjalani kehidupan sekelompok masyarakat dapat didefinisikan sebagai budaya masyarakat tersebut. Satu definisi klasik mengenai budaya adalah sebagai berikut: "budaya adalah seperangkat pola perilaku yang secara sosial dialirkan secara simbolis melalui bahasa dan cara-cara lain pada anggota dari masyarakat tertentu (Wallendorf & Reilly dalam Mowen: 1995)".
Definisi di atas menunjukkan bahwa budaya merupakan cara menjalani hidup dari suatu masyarakat yang ditransmisikan pada anggota masyarakatnya dari generasi ke generasi berikutnya. Proses transmisi dari generasi ke generasi tersebut dalam perjalanannya mengalami berbagai proses distorsi dan penetrasi budaya lain. Hal ini dimungkinkan karena informasi dan mobilitas anggota suatu masyarakat dengan anggota masyarakat yang lainnya mengalir tanpa hambatan.
Interaksi antar anggota masyarakat yang berbeda latar belakang budayanya semakin intens. Oleh karena itu, dalam proses transmisi budaya dari generasi ke generasi, proses adaptasi budaya lain sangat dimungkinkan. Misalnya proses difusi budaya populer di Indonesia terjadi sepanjang waktu. Kita bisa melihat bagaimana remaja-remaja di Indonesia meniru dan menjalani budaya populer dari negara-negara Barat, sehingga budaya Indonesia sudah tidak lagi dijadikan dasar dalam bersikap dan berperilaku. Proses seperti inilah yang disebut bahwa budaya mengalami adaptasi dan penetrasi budaya lain. Dalam hal-hal tertentu adaptasi budaya membawa kebaikan, tetapi di sisi lain proses adaptasi budaya luar menunjukkan adanya rasa tidak percaya diri dari anggota masyarakat terhadap budaya sendiri. Agar budaya terus berkembang, proses adaptasi seperti dijelaskan di atas terus perlu dilakukan. Paradigma yang berkembang adalah bahwa budaya itu dinamis dan dapat merupakan hasil proses belajar, sehingga budaya suatu masyarakat tidak hadir dengan sendirinya. Proses belajar dan mempelajari budaya sendiri dalam suatu masyarakat disebut enkulturasi (enculturati). Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya sebuah masyarakat yang cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat dan cenderung mempertahankan budaya lama yang sudah tidak relevan lagi disebut sebagai akulturasi (acculturation).
Budaya yang ada dalam sekelompok masyarakat merupakan seperangkat aturan dan cara-cara hidup. Dengan adanya aturan dan cara hidup/ anggota dituntun untuk menjalani kehidupan yang serasi. Masyarakat diperkenalkan pada adanya baik-buruk, benar-salah dan adanya harapan-harapan hidup. Dengan aturan seperti itu orang akan mempunyai pijakan bersikap dan bertindak. Jika tindakan yang dilakukan memenuhi aturan yang telah digariskan, maka akan timbul perasaan puas dalam dirinya dalam menjalani kehidupan. Rasa bahagia akan juga dirasakan oleh anggota masyarakat jika dia mampu memenuhi persyaratan-persyaratan sosialnya. Orang akan sangat bahagia jika mampu bertindak baik menurut aturan budayanya. Oleh karena itu, budaya merupakan sarana untuk memuaskan kebutuhan anggota masyarakatnya.
5. Sosiekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja. Sesorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.
II.4 Efek Nilai dalam Kesehatan Fungsional

No Kesehatan fungsional Definisi Nilai-nilai yang terkait Efek/ Respon
1 Bernapas normal Tidak adanya gangguan pada sistem pernapasan • Nilai vital Efek fisik:
positif
• Terlihat lebih segar
• Tidak sesak napas
• Frekuensi pernapasan normal

Negatif
• Ada tanda-tanda sesak napas : peningkatan frekuensi napas dalam satu menit
• Ada napas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas)
• Ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot perut)
• Warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan
• Tidak ada gerakan dada
• Tidak ada suara napas
• Tidak dirasakan hembusan napas
• Pasien tidak sadar dan tidak bernapas
Efek Psikologi:
Positif
• Merasa tenang
Negatif
• Merasa Tidak nyaman
2 Kebutuhan nutrisi Zat kimia/ organik dan anorganik yang ditemukan dalam makanana dan diperoleh untuk fungsi tubuh • Nilai material
• Nilai Vital
• Nilai Estetis Efek Fisik:
Positif
• Segar
• Suhu normal
• Kulit jadi sehat
Negatif
• Lemas
• Suhu badan menigkat
• Pucat
Efek Psikologis:
Positif
• Mudah berpikir
• Tenang
Negatif
• Depresi
• Mudah marah
• Penurunan kognitif
3 Eliminasi Berfungsinya sistem ekskresi di tubuh dengan baik • Nilai Vital Efek Fisik:
Positif
• Terlihat lebih segar
• Tidak terjadi retensi urin
Negatif
• Lambung terasa penuh
• Perut terasa sakit
Efek Psikologis:
Positif:
• Merasa lebih nyaman
• Tidak tenang
Negatif:
• Tidak nyaman
• Pikiran melayang
• Susah berkonsentrasi
4 Gerak dan keseimbangan tubuh Kesesuaian antara aktivitas dengan kondisi tubuh • Nilai Vital
• Nilai Material
• Nilai estetika Efek Fisik:
Positif:
• Badan jadi sehat dan segar
• Bisa membantu dalam membentuk tubuh yang bagus dan bugar
Negatif:
• Mudah lelah
• Tidak bersemangat
Efek Psikologis:
Positif:
• Perasaan senang
• Rileks
• Menambah kepercayaan diri
Negatif:
• Mudah tersinggung
• Stres
5 Kebutuhan istirahat dan tidur Berhenti sejenak untuk melakukan aktifitas guna merilekskan otot-otot • Nilai Vital
• Nilai Moral
• Nilai material Efek Fisik:
Positif:
• Segar
• Bersemangat
• Denyut jantung normal
Negatif:
• Di bawah mata tampak garis hitam dan terdapat kantung mata
• Lemes
• Badan pegel-pegel
Efek Psikologis:
Positif:
• Merasa tenang
• Rileks
Negatif:
• Stress
• Susah berkonsentrasi
• Sering lupa
6 Kebutuhan berpakaian Agar dapat melindungi diri dari cuaca • Nilai Material
• Nilai Vital
• Nilai estetika
• Nilai Moral Efek Fisik:
Positif:
• Terlindung dari cuaca
• Menutupi tubuh
Negatif:
• Panas
• Memicu timbulnya kanker kulit
Efek Psikologis:
Positif:
• Nyaman
• Tenang
• Aman
Negatif:
• Malu
7 Koping dan management stress Cara untuk mengatur dan memanagement stress dengan baik • Nilai Vital
• Nilai Spiritual
• Nilai Moral Efek Fisik:
Positif:
• Sehat
• Waras
• Rajin beribadah
Negatif:
• Tidak ceria

Efek psikologis
Positif:
• Tenang
• Rileks
• Mudah berpikir
Negatif:
• Depresi
• Stress
8 Seksual dan reproduksi Terkait dengan penambahan keturunan • Nilai Vital
• Nilai Moral Efek Fisik
Positif:
• Mukanya ceria
• Keturunan bertambah
Negatif:
• Cemberut
Efek Psikologis:
Positif:
• Senang
• Merasa puas
• Pengendalian diri
Negatif:
• Susah mengontrol
• Harga diri rendah
9 Mempertahankan temperature tubuh Keadaan di mana seseorang dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal (36-37o C) • Nilai Vital Efek Fisik
Positif:
• Segar
• Sehat
• Suhu tubuh normal
• Tidak menggigil
Negatif:
• Demam
• Suhu tubuh menigkat
Efek psikologis
Positif:
• Tenang, nyaman
• Mudah berpikir
Negatif:
• Depresi
• Stress
• Mudah lupa
10 Personal Hygiene Untuk mempertahankan atau membantu integriras kulit • Nilai Vital
• Nilai Moral Efek Fisik:
Positif:
• Bersih
• Sehat
Negatif:
• Terasa gatal
• Bau
Efek Psikologis
Positif:
• Nyaman
• Tenang
Negatif:
• Sering menghindar
• Tidak percaya diri
11 Rasa aman dan nyaman Terhindar dari gangguan baik dari alam maupun orang jahat • Nilai Vital
• Nilai Material
• Nilai Vital
• Nilai spiritual Efek Fisik
Positif:
• Tidak gemetar
• Denyut jantung normal
• Tidak keringetan
Negatif:
• Waspada
• Denyut jantung jadi cepat
Efek Psikologis
Positif:
• Tenang
Negatif:
• Takut
12 Berkomunikasi Kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain • Nilai Vital
• Nilai Moral
• Nilai Spiritual Efek Fisik
Positif:
• Berfungsinya panca indera dengan baik
• Sehat
Negatif:
• Organ tertentu akan kaku
• Tidak ada teman
Efek Psikologis:
Positif:
• Tenang
• Nyaman
• Senang
Negatif
• Menarik diri
• Kurang interaksi
13 Kebutuhan Spiritual Kebuthan jiwa/ bathin • Nilai Spiritual
• Nilai Kebenaran Efek Fisik
Positif:
• Sehat
Negatif:
• Sakit
Efek Psikologis
Positif:
• Tenang
• Nyaman
• Damai
Negatif:
• Merasa bersalah
14 Kebutuhan bekerja Kebutuhan manusia untuk mencari penghasilan guna memenuhi kebutuhan • Nilai Vital
• Nilai Material
• Nilai Spiritual Efek Fisik
Positif:
• Dapat memenuhi kebutuhan
• Jarang sakit
Negatif:
• Hidupnya Susah
Efek Psikologis
Positif:
• Tenang
• Bisa bayar zakat
Negatif:
• Stress
• Tidak nyaman

II.5 Konflik Nilai dalam Situasi Asuhan Keperawatan
Konflik adalah suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang terancam (Deutsch, 1969, dalam La Monica,1998). Definisi lain konflik adalah perjuangan diantara kekuatan-kekuatan interdependen (Douglass dan Bevis, 1979 dalam La Monica,1998). Jadi, konflik merupakan suatu keadaan dimana terjadi adanya pertentangan antara dua atau beberapa kekuatan yang berlawanan. Umumnya kekuatan yang dimaksud bersumber dari keinginan manusia.
Konflik ini sering terjadi dalam setiap tatanan asuhan keperawatan sehingga perawat sebagai seorang manager harus memiliki dua asumsi dasar mengenai konflik yaitu:
a. Konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam suatu organisasi,
b. Jika konflik dapat kelola dengan baik, konflik dapat menghasilkan suatu kualitas produksi, penyelesaian yang kreatif dan berdampak terhadap peningkatan dan pengembangan (Nursalam, 2002).
Terjadinya konflik dalam setiap situasi seperti dalam asuhan keperawatan dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

1. Faktor Internal
Faktor internal ini meliputi:
a. Karakteristik kepribadian
b. Sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki
c. Kebutuhan
d. Perbedaan persepsi

2. Faktor Eksternal
Faktor Eksternal yang mempengaruhi terjadinya konflik meliputi:
a. Keterbatasan sumber daya
b. Kekaburan peraturan
c. Derajat ketergantungan
Dari berbagai macam faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik yang telah disebutkan di atas, sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki seseorang adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan konflik. Kluckhon, 1951; Maslow,1959;Rokeach, 1973 dalam Fundamental Keperawatan, menyebutkan bahwa nilai adalah keyakinan personal mengenai harga atas suatu ide, tingkah laku, kebiasaan atau objek yang menyusun suatu standar yang mempengaruhi tingkah laku lain. Nilai setiap orang berbeda-beda tergantung dengan perkembangan dan perubahan seseorang yang sedang tumbuh dan berkembang menjadi lebih dewasa. Seseorang yang sudah dapat mendefinisikan nilai dengan baik merasa tidak frustasi dan terhindar dari konflik dalam menghadapi kehidupan sehari-hari (Potter & Perry: 1985).
Nilai atau keyakinan dapat menyebabkan terjadinya konflik atau yang lebih dikenal dengan konflik nilai. Konflik nilai terjadi karena adanya perbedaan nilai atau keyakinan yang dianut oleh pihak-pihak terkait. Konflik nilai muncul ketika orang berusaha untuk memaksakan suatu sistem nilai kepada yang lain, atau mengklaim suatu sistem nilai yang eksklusif di mana di dalamnya tidak dimungkinkan adanya perbedaan kepercayaan. Padahal, seharusnya perbedaan nilai tidak harus menyebabkan konflik asalkan manusia dapat hidup berdampingan dengan sedikit adanya perbedaan sistem nilai yang dianut (PP LAKPESDAM NU: 2008)
Menurut Craven & Hirnle tahun 2000, disebutkan bahwa konflik nilai ini akan terjadi kapanpun ketika ada interaksi antara manusia baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam situasi asuhan keperawatan. Konflik nilai yang terjadi dalam situasi asuhan keperawatan dapat diatasi jika perawat dapat peka terhadap nilai pribadinya dan juga nilai yang dimiliki oleh orang lain (klien). Selain itu, perawat juga harus mampu untuk menghargai dan menerima perbedaan . Dengan terjadinya konflik nilai antara perawat dan klien dapat mempengaruhi kepatuhan klien dalam asuhan keperawatan yang diberikan.
Konflik nilai dalam situasi asuhan keperawatan terdiri dari dua macam yaitu,
a. Konflik yang terjadi antara klien dan keluarga
Konflik nilai antar anggota keluarga terjadi karena adanya perbedaan dalam tahap perkembangan, pengalaman dan kesenangan pribadi. Sebagai contoh adalah sesuai dengan pengalaman seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan yang dianutnya, mungkin dapat terjadi penolakan salah satu anggota keluarga untuk melakukan check up kesehatan sebelum sakit dan merasa hal tersebut tidak perlu untuk dilakukan. Hal ini mungkin dapat terjadi karena nilai tradisi yang dianut, kontrol pribadi, kebebasan seseorang dan juga resiko yang dipandang berlebihan dibandingkan dengan tindakan pencegahan yang biasanya. Namun, salah satu anggota keluarganya tidak sependapat dengan hal tersebut dan menganggap bahwa chek up itu penting sehingga terjadi lah konflik di dalamnya. Oleh karena itu, diperlukan peran perawat dalam membantu anggota keluarga untuk menggali tentang riwayat kesehatan dan kebutuhan yang diperlukan klien dibandingkan tetap melanjutkan perdebatan mengenai pentingnya chek up.
Idealnya, perawat dapat membantu masing-masing anggota keluarga dalam mengatur tujuan kesehatan yang hendak dicapai oleh masing-masing individu. Selain itu, perawat juga harus membantu keluarga untuk mewujudkan nilai yang tepat melalui sharing, saling mendengarkan, saling percaya dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukan.
b. Konflik yang terjadi antara klien dan pelayanan kesehatan
Area konflik antara klien dan penyedia pelayanan kesehatan dapat terjadi karena adanya perbedaan pengetahuan, perbedaan budaya, perbedaan perkembangan dan kesenangan pribadi yang berbeda-beda. Sebagai contoh adalah dalam kasus keluarga yang neneknya baru saja meninggal, orang tua mungkin lebih suka kalau anak bungsunya yang masih kecil tidak hadir dalam pemakaman. Hal ini terjadi karena keyakinan orang tua yang beranggapan bahwa anak-anak tidak mengerti tentang kematian dan mungkin sangat susah bagi mereka kalau kematian adalah hal yang traumatic. Selain itu, orang tua juga ingin untuk melindungi atau menjaga perasaan anak-anaknya dari perasaan sedih.
Ada hal yang perlu ditekankan ketika terjadi suatu konflik yaitu, konflik perlu diselesaikan bukan untuk terus dibiarkan.Ketika menghadapi konflik nilai yang terjadi, terdapat dua sikap yang ditunjukkan oleh perawat yaitu sikap negative dan positif terhadap konflik yang terjadi. Ketika perawat menunjukkan sikap yang negative, perawat akan lebih merasakan bahwa dirinya terancam sehingga muncul banyak pertanyaan dalam dirinya. Sebaliknya, jika perawat dapat menunjukkan sikap yang positif, maka nilai-nilai yang muncul dalam diri perawat adalah rasa menghormati, care, seimbang dan lain sebagainya.
Salah satu cara untuk mengatasi konflik nilai yang terjadi dalam asuhan keperawatan adalah dengan adanya resolusi konflik. Oleh karena itu, tujuan yang paling utama yang diberikan oleh perawat adalah menemani atau membantu klien untuk menggali dan mendefinisikan masalah yang relevan, perilaku dan keyakinan mereka. Klarifikasi atau penjelasan ini mungkin adalah suatu resolusi atau mungkin menjadi tahap pertama dalam proses resolusi ( Craven & Hirnle:2000).
Definisi kedua tentang resolusi adalah resolusi terjadi karena menjawab suatu pertanyaan. Klien mungkin memiliki banyak pertanyaan yang berhubungan dengan kasus yang mereka alami. Peran perawat yang mungkin bisa menjadi resolusi dari konflik nilai yang terjadi adalah dengan menawarkan diri siap membantu klien, dengan cara bertanya kepada klien apakah klien ada hal yang ingin ditanyakan atau tidak. Definisi lain resolusi adalah resolusi melibatkan atau menentukan tindakan selanjutnya. Definisi keempat mengenai resolusi adalah resolusi melibatkan pemecahan masalah. Mungkin perawat dan klien dapat setuju dengan beberapa situasi yang memfasilitasi untuk terjadinya penyelesaian konflik nilai di antara mereka.

Jumat, 27 Mei 2011

Sejarah Perkembangan Perawat


  • Sejarah Keperawatan
Keperawatan sebagai suatu pekerjaan sudah ada sejak manusia ada di bumi ini, keperawatan terus berkembang sesuai dengan kemajuan peradaban teknologi dan kebudayaan. Konsep keperawatan dari abad ke abad terus berkembang, berikut adalah perkembangan keperawatan di dunia :
1. Mother Instink
Pekerjaan keperawatan sudah ada sejak manusia diciptakan, keperawatan ada sebagai suatu naluri (instink). Setiap manusia pada tahap ini menggunakan akal pikirannya untuk menjaga kesehatan, menggurangi stimulus kurang menyengkan, merawat anak, menyusui anak dan perilaku masih banyak perilaku lainnya.
2. Animisme
Manusia pada tahap ini memiliki keyakinan bahwa keadaan sakit adalah disebabkan oleh arwah/roh halus yang ada pada manusia yang telah meninggal atau pada manusia yang hidup atau pada alam ( batu besar, pohon, gunung, sungai, api, dll). Untuk mengupayakan penyembuhan atau perawatan bagi manusia yang sakit maka roh jahat harus di usir, para dukun mengupayakan proses penyembuhan dengan berusaha mencari pengetahuan tentang roh dari sesuatu yang mempengaruhi kesehatan orang yang sakit. Setelah dirasa mendapatkan kemampuan, para dukun berupaya mengusir roh dengan menggunakan mantra-mantra atau obat-obatan yang berasal dari alam.
3. Keperawatan penyakit akibat kemarahan para dewa
Pada tahap ini manusia sudah memiliki kepercayaan tentang adanya dewa-dewa, manusia yang sakit disebabkan oleh kemarahan dewa. Untuk membantu penyembuhan orang yang sakit dilakukan pemujaan kepada para dewa di tempat pemujaan (kuil), dengan demikian dapat dikatakan bahwa kuil adalah tempat pelayanan kesehatan.
4. Ketabiban
Mulai berkembang kemungkinan sejak ± 14 abad SM, pada masa ini telah dikenal teknik pembidaian, hygiene umum, anatomi manusia.
5. Diakones dan Philantrop
Berkembang sejak ± 400 SM, para diakones memberikan pelayanan perawatan yang diberikan dari rumah ke rumah, tugas mereka adalah membantu pendeta memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pada masa ini merupakan cikal bakal berkembangnya ilmu keperawatan kesehatan masyarakat. Philantop adalah kelompok yang mengasingkan diri dari keramaian dunia, dimana mereka merupakan tenaga inti yang memberikan pelayanan di pusat pelayanan kesehatan (RS) pada masa itu.
6. Perkembangan ilmu kedokteran Islam
Pada tahun 632 Masehi, Agama Islam melalui Nabi Muhamad SAW dan para pengikutnya menyebarkan agama Islam keseluruh pelosok dunia. Selain menyebarkan ajaran agama beliau juga menyebarkan ilmu pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan pengobatan terhadap penyakit (kedokteran).
7. Perawat terdidik ( 600 – 1583 )
Pada masa ini pendidikan keperawatan mulai muncul, dimana program itu menghasilkan perawat-perawat terdidik. Pendidikan keperawatan diawali di Hotel Dien dan Lion Prancis yang kemudian berkembang menjadi rumah sakit terbesar disana. Pada awalnya perawat terdidik diseleksi dari para pengikut agama dimana tenaga mereka diperbantukan dalam kegiatan perawatan paska terjadinya perang salib. Tokoh perawat yang terkenal pada saat (1182 – 1226) itu adalah St Fransiscas dari Asisi Italia.
8. Perawat Profesional (abad 18 – 19)
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat sejak abad ini termasuk ilmu kedokteran dan keperawatan. Florence Nightingale (1820-1910) adalah tokoh yang berjasa dalam pengembangan ilmu keperawatan, beliau mendirikan sekolah keperawatan moderen pada tahun 1960 di RS St. Thomas di London.
Melihat perkembangan keperawatan di dunia dengan kemajuannya dari tahap yang paling klasik sampai dengan terciptanya tenaga keperawatan yang professional dan diakui oleh dunia internasional tentu dapat dijadikan cerminan bagi perkembangan keperawatan di Indonesia. Mengikuti perkembangan keperawatan di dunia, keperawatan di Indonesia juga terus berkembang, adapun perkembangannya adalah sebagai berikut :
1. Seperti halnya perkembangan keperawatan di dunia, di Indonesia pada awalnya pelayanan perawatan masih didasarkan pada naluri, kemudian berkembang menjadi aliran animisme, dan orang bijak beragama.
2. Penjaga orang sakit (POS/zieken oppasser)
Sejak masuknya Vereenigge oost Indische Compagine di Indonesia mulai didirikan rumah sakit, Binnen Hospital adalah RS pertama yang didirikan tahun 1799, tenaga kesehatan yang melayani adalah para dokter bedah, tenaga perawat diambil dari putra pertiwi. Pekerjaan perawat pada saat itu bukan pekerjaan dermawan atau intelektual, melainkan pekerjaan yang hanya pantas dilakukan oleh prajurit yang bertugas pada kompeni. Tugas perawat pada saat itu adalah memasak dan membersihkan bagsal (domestik work), mengontol pasien, menjaga pasien agar tidak lari/pasien gangguan kejiwaan.
3. Model keperawatan Vokasional (abad 19)
Berkembangnya pendidikan keperawatan non formal, pendidikan diberikan melalui pelatihan-pelatihan model vokasional dan dipadukan dengan latihan kerja.
4. Model keperawatan kuratif (1920)
Pelayanan pengobatan menyeluruh bagi masyarakat dilakukan oleh perawat seperti imunisasi/vaksinasi, dan pengobatan penyakit seksual.
5. Keperawatan semi profesional
Tuntutan kebutuhan akan pelayanan kesehatan (keperawatan) yang bermutu oleh masyarakat, menjadikan tenaga keperawatan dipacu untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dibidang keperawatan. Pendidikan-pendidikan dasar keperawatan dengan sistem magang selama 4 tahun bagi lulusan sekolah dasar mulai bermunculan.
6. Keperawatan preventif
Pemerintahan belana menganggap perlunya hygiene dan sanitasi serta penyuluhan dalam upaya pencegahan dan pengendalian wabah, pemerintah juga menyadari bahwa tindakan kuratif hanya berdampak minimal bagi masyarakat dan hanya ditujukan bagi mereka yang sakit. Pada tahun 1937 didirikan sekolah mantri higene di Purwokerto, pendidikan ini terfokus pada pelayanan kesehatan lingkungan dan bukan merupakan pengobatan.
7. Menuju keperawatan profesional
sejak Indonesia merdeka (1945) perkembangan keperawatan mulai nyata dengan berdirinya sekolah pengatur rawat (SPR) dan sekolah bidan di RS besar yang bertujuan untuk menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pendidikan itu diberuntukan bagi mereka lulusan SLTP ditambah pendidikan selama 3 tahun, disamping itu juga didirikan sekolah bagi guru perawat dan bidan untuk menjadi guru di SPR. Perkembangan keperawatan semakin nyata dengan didirikannya organisasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia tahun 1974.
8. Keperawatan profesional
Melalui lokakarya nasional keprawatan dengan kerjasama antara Depdikbud RI, Depkes RI dan DPP PPNI, ditetapkan definisi, tugas, fungsi dan kompetensi tenaga perawat professional di Indonesia. Diilhami dari hasil lokakarya itu maka didirikanlah akademi keperawatan, kemudian disusul pendirian PSIK FK-UI (1985) dan kemudian didirikan pula program paska sarjana (1999).